Senin, 06 Agustus 2012 03:01  
 
   
   administrator  
 
  
 
KopiOnline (Jakarta) : “Considering this statement,
 which was written and signed in November, 21 th 1963 while the new 
certificate was valid in 1965 all the ownership, then the following 
total volumes were just obtained”. 
Itulah sepenggal kalimat yang menjadi berkah sekaligus kutukan bagi 
bangsa Indonesia hingga kini. Kalimat itu menjadi kalimat penting dalam 
perjanjian antara Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy dengan 
Soekarno pada tahun 1963.
Banyak pengamat Amerika melihat perjanjian 
yang kini dikenal dengan nama “The Green Hilton Agreement” itu sebagai 
sebuah kesalahan bangsa Amerika. Tetapi bagi Indonesia itulah sebuah 
kemenangan besar yang diperjuangkan Bung Karno. Sebab, volume batangan 
emas tertera dalam lembaran perjanjian itu terdiri dari 17 paket 
sebanyak 57.150 ton lebih emas murni.
Perjanjian surat itu berkop 
surat Burung Garuda bertinta emas di bagian atasnya yang kemudian 
menjadi pertanyaan besar pengamat Amerika, yang ikut serta meneken dalam
 perjanjian itu tertera John F. Kennedy selaku Presiden Amerika Serikat 
dan Willian Vouker yang berstempel “The President of The United of 
America“ dan di bagian bawahnya tertera tandatangan Soekarno dan 
Soewarno berstempel “Switzerland of Suisse”. 
Yang menjadi pertanyaan
 kita bersama adalah mengapa Soekarno tidak menggunakan stempel RI. 
Pertanyaan itu sempat terjawab, bahwa beliau khawatir harta itu akan 
dicairkan oleh pemimpin Indonesia yang korup kelak.
Barangkali ini 
pulalah penyebab, mengapa Bung Karno dihabisi karir politiknya oleh 
Amerika sebelum berlakunya masa jatuh tempo The Green Hilton Agreement. 
Ini berkaitan erat dengan kegiatan Soeharto ketika menjadi Presiden RI 
kedua. Dengan dalih sebagai dalang PKI, banyak orang terdekat Bung Karno
 dipenjarakan tanpa pengadilan seperti Soebandrio dan lainnya. 
Menurut
 tutur mereka kepada Pers, ia dipaksa untuk menceritakan bagaimana 
ceritanya Bung Karno menyimpan harta nenek moyang di luar negeri. Yang 
terlacak kemudian adalah “Dana Revolusi” yang nilaiya tidak seberapa. 
Tetapi kekayaan yang menjadi dasar perjanjian “The Green Hilton 
Agreement“ ini hampir tidak terlacak oleh Soeharto, karena kedua peneken
 perjanjian sudah tiada.
April 2009 dana yang tertampung dalam The 
Heritage Foundation sudah tidak terhitung nilainya. Jika biaya sewa 2,5 %
 ditetapkan dari total jumlah batangan emasnya 57.150 ton, maka selama 
34 tahun hasil biaya sewanya saja sudah tertera 48.577 ton emas. 
Artinya, kekayaan itu sudah menjadi dua kali lipat lebih dalam kurun 
kurang dari setengah abad atau setara dengan USD 3,2 triliun atau Rp 
31.718 triliun, jika harga 1 gram emas Rp 300.000. 
Hasil lacakan 
terakhir, hasil dana yang tertampung dalam rekening khusus itu jauh 
lebih besar dari itu. Sebab, rekening khusus itu tidak dapat tersentuh 
oleh otoritas keuangan dunia manapun, termasuk pajak. Karenanya, banyak 
orang-orang kaya dunia menitipkan kekayaannya pada account khusus ini. 
Tercatat
 mereka seperti Donald Trump, pengusaha sukses property Amerika, Raja 
Maroko, Raja Yordania, Turki, termasuk beberapa pengusaha besar dunia 
lainnya seperti Adnan Kasogi dan George Soros. Bahkan, Soros hampir 
menghabiskan setengah dari kekayaannya untuk mencairkan rekening khusus 
ini sebelumnya.
Kisah sedih itu terjadi Presiden Susilo Bambang 
Yudoyono ikut serta dalam pertemuan G20 April silam. Karena Presiden SBY
 tidak pernah percaya atau ada mungkin hal lain yang kita belum tahu, 
maka SBY ikut serta menandatangani rekomendasi G20. Padahal tekenan SBY 
dalam sebuah memorandum G20 di London itu telah diperalat oleh otoritas 
keuangan dunia untuk menghapuskan status harta dan kekayaan rakyat 
Indonesia yang diperjuangkan Bung Karno melalui kecanggihan diplomatik. 
Mengapa?
 Karena isi memorandum itu adalah seakan memberikan otoritas kepada 
lembaga keuangan dunia seperti IMF dan World Bank untuk mencari sumber 
pendanaan baru bagi mengatasi keuangan global yang paling terparah dalam
 sejarah umat manusia.
Aset Raja Nusantara, kepada pribadi Bung Karno
 adalah “cacat hukum”. Sebelum jauh anda melangkah menelusuri 
gunung-gunung, daerah-daerah, kota pesantren dan lain-lain mencari 
sesepuh pemegang amanah yang benar dan tidak terjerumus dalam kehancuran
 karena ketemu yang mengaku sesepuh amanah, akan lebih baik anda buka Al
 – Qur’an surat Al – Anfaal  ayat satu sampai  ayat empat, yang artinya;
 
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha  Pengasih  lagi Maha Penyayang
1.
 Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. 
Katakanlah “ Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab
 itulah bertaqwa kepada Allah dan Rasul-NYA jika kamu adalah orang – 
orang yang beriman”. 
2. Sesungguhnya  orang–orang  yang  beriman  
ialah  mereka  yang  bila  disebut  nama  Allah bergetarlah hati mereka,
 dan apabila dibacakan ayat-ayatNYA bertambahlah iman mereka (karena 
NYA), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal.
3. Yaitu orang–orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizqi yang Kami berikan kepada mereka.
4.
 Itulah orang–orang yang beriman dengan sebenar–benarnya. Mereka akan 
memperoleh beberapa derajat ketinggian disisi Tuhannya dan ampunan serta
 rizqi (nikmat) yang mulia.
Membuka 52.000 rekening di UBS yang oleh 
mereka disebut aset–aset bermasalah. Bahkan lembaga otoritas keuangan 
dunia sepakat mendesak Vatikan untuk memberikan restu bagi pencairan 
aset yang ada dalam The Heritage Foundation demi menyelamatkan umat 
manusia.
Memang, menurut sebuah sumber terpercaya ada pertanyaan 
kecil dari Vatikan, apakah Indonesia juga telah menyetujui? Tentu saja, 
tentu saja tanda tangan SBY diperlihatkan dalam pertemuan itu. Berarti, 
sirnalah sudah harta rakyat bangsa Indonesia. Barangkali inilah “dosa 
SBY” dan dosa kita semua yang paling besar dalam sejarah bangsa 
Indonesia. Sebab, bila SBY dan kita sepakat untuk paham akan hal ini, 
setidaknya ada geliat diplomatik tingkat tinggi untuk mencairkan aset 
sebesar itu. Lantas ada pertanyaan, sebodoh itukah kita?  redaksi